MAKALAH PSIKOLOGI TEKNOLOGI & INTERNET
KELOMPOK 2 :
Annisa Dinda Surya Ningsih (10518927)
Bagoes Caesar nusasakti (11518324)
Iqbal Basyiril Hasani (13518354)
Muhammad Agin Milenio (14518431)
Muhammad Rayi Rasendria Riza (14518857)
Shella Pratiwi (16518664)
UNIVERSITAS
GUNADARMA
FAKULTAS
PSIKOLOGI
TAHUN
2018/2019
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan syukur
bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami kemudahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu
penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis tentu menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca tentang makalah ini, supaya makalah ini nantinya menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucap terima
kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen psikologi, semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Terima kasih.
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................... 1
KATA
PENGANTAR.............................................................................................. 2
DAFTAR
ISI............................................................................................................ 3
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................4
1.2 Tujuan................................................................................................................. 5
1.3 Manfaat................................................................................................................5
1.4 Rumusan masalah...............................................................................................5
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Apa Itu Flaming...................................................................................................6
2.2
Macam – Macam flaming....................................................................................7
2.3
Dampak Flaming Dalam Media Social.............................................................. 8
2.4
Contoh Kasus........................................................................................................9
2.5
Perspektif Psikologi............................................................................................. 9
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan...........................................................................................................10
3.2
Saran......................................................................................................................10
DaftarPustaka ............................................................................................................11
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pengguna Internet
di Indonesia dari tahun ketahun semakin meningkat. Data yang diperoleh dari
Internet World Stats menunjukkan jumlah pengguna internet di Indonesia pada
November 2015 sudah mencapai 78 juta orang dan menduduki peringkat keempat
terbanyak di Asia setelah China, India dan Japan. Sedangkan menurut survey dari
We Are Social data pengguna internet
di Indonesia pada januari 2016 mencapai 88,1 Juta dengan 79 juta di antaranya
merupakan pengguna media sosial aktif, 15% nya pengguna aktif facebook dan
hampir 50% penggunanya adalah remaja berusia 13-29 tahun.
Setiap
perkembangan pasti selalu disertai dengan dampak positif maupun negatif
termasuk perkembangan teknologi. Salah satu penikmat perkembangan teknologi
yang dihawatirkan terkena dampak negatif adalah remaja, karena pada usia remaja
merupakan periode transisi penuh badai dalam kehidupan batiniah anak-anak yang
dapat membuat sangat labil kejiwaannya dan mudah dipengaruhi oleh rangsangan
eksternal. Sehingga usia remaja ini rentan akan kekerasan baik dalam dunia
nyata maupun dunia maya. Salah satu bentuk kekerasan yang sering dialami remaja
dalam dunia maya adalah Cyberbulliying.
Cyberbullying merupakan perilaku
seseorang atau kelompok secara sengaja dan berulang kali melakukan tindakan
yang menyakiti orang lain melalui komputer, telepon seluler, dan alat
elektronik lainnya.
Hasil penelitian
Dini D. Permatasari menunjukkan dampak yang dirasakan pelaku cyberbullying yaitu perasaan bersalah
yang berkepanjangan dan dampak yang paling sering dialami korbannya adalah
perasaan sakit hati dan kecewa. Jadi baik pelaku maupun korban dalam kasus cyberbullying sama-sama akan mengalami
dampak negatif secara psikologis, sehingga perlu adanya pendidikan etika
komunikasi yang baik dalam bermedia sosial untuk menanggulangi cyberbullying yang semakin parah di
kalangan remaja. Artikel ini bertujuan tuntuk memberikan gambaran tentang apa
dan bagaimana cara berkomunikasi di media sosial yang sesuai dengan etika
berdasarkan kasus- kasus cyberbullying
yang pernah terjadi di Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
a) Apa
yang dimaksud flaming?
b) Apa
saja bentuk – bentuk flaming ?
c) Apa
dampak perilaku flaming terhadap
manusia ?
d) Bagaimana
pandangan psikologi terhadap flaming?
1.3 Tujuan
a)
Mengetahui maksud arti dari flaming
b)
Mengetahui bentuk – bentuk pada flaming
c)
Memahami dampak perilaku flaming
d)
Mengetahui cara pandangan psikologi
terhadap flaming
1.4 Manfaat
a) Agar
penulis dan pembaca memahami arti dari flaming
dan dapat membedakan flaming dengan argumentatif, serta mengenal macam –
macam bentuk flaming.
b) Sebagai
wawasan terhadap penulis dan pembaca mengenai hal – hal yang bersangkutan
dengan tindakan flaming.
c) Agar
penulis dan pembaca mengetahui pandangan psikologi terhadap tindakan flaming
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Apa Itu Flaming?
Flaming
(terbakar), yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan kata-kata yang
penuh amarah dan frontal. Istilah “flame” ini pun merujuk pada kata- kata di
pesan yang berapi-api.
Cyberbullying
yang terjadi adalah cyberbullying secara langsung dan cyberbullying secara tidak langsung. Bentuk-bentuk cyberbullying yang terjadi berupa
flaming (pertengkaran online), harassment (pelecehan), denigration (pencemaran
nama baik), exclusion (pengucilan)
dan outing (mengumbar rahasia). Cyberbullying
yang terjadi dalam bentuk-bentuk tersebut dilakukan secara verbal dengan
berbagai ungkapan negatif yang merendahkan fisik, memberikan nama panggilan
tidak pantas, memberikan label serta menggunakan bahasa Jawa kasar atau misuh.
Bentuk cyberbullying yang paling
banyak diterima korban adalah flaming.
Perilaku cyberbullying memberikan
dampak psikologis pada korban seperti timbul perasaan tidak tenang, tidak aman,
sedih, takut, malu dan tidak percaya diri. Selain itu berpengaruh pada akademis
korban yang merasa kurang konsentrasi dalam belajar. Dampak lainnya korban
merasa lebih menutup diri, ingin menyendiri, merasa temannya berkurang,
mengurangi intensitas mengakses akun media sosial, lebih selektif ketika akan
mengunggah konten baik berupa foto, teks maupun video di media sosial, dan
lebih berhati-hati dalam betindak agar tidak dinilai selalu salah oleh orang
lain. Cara korban menghadapi perilaku cyberbullying
dengan menarik diri dari lingkungan, memutuskan hubungan dengan pelaku,
mengurung diri karena tidak ingin bercerita pada siapapun, mengurangi update
status maupun foto di media sosial serta menceritakan kejadian yang dialami
pada teman yang dipercaya dan melampiaskannya dengan menangis karena merasa
tidak memiliki kekuasaan lebih untuk membalas apa yang telah dilakukan pelaku.
Keunikan dari bahasa yang digunakan pelaku untuk menyerang korban yaitu
rata-rata menggunakan bahasa Jawa. Beberapa pelaku menggunakan bahasa Jawa
kasar yang biasanya disebut misuh dimana bahasa tersebut tidak dapat digantikan
dengan bahasa lain. Seperti kata panggilan
cuk dan nduk. Selain itu masalah
yang melatarbelakangi antara korban dan pelaku mempengaruhi ungkapan yang
dilontarkan pada korban, yaitu seperti pemberian label, ungkapan negatif atau
sumpah serapah dan julukan kasar serta ungkapan yang menjelek-jelekkan korban.
2.2 Macam – Macam Flaming
Flaming
merupakan tingkah laku yang berbeda dengan kritik atau cyberbullying. Meskipun mengandung konten yang menghina dan
menjatuhkan, gejala flaming tidak
selalu menggambarkan terjadinya cyberbullying.
Vandebosch dan cleemput (2009) mengemukakan bahwa terjadi power imbalance, yang mana pihak yang berkuasa (bully) merupakan pihak yang superior sedangkan piha yang dikuasai (bullied) menjadi pihak yang inferior.
Pihak yang melakukan flaming dapat
hanya menunjukkan ketidaksukaannya dengan cara yang kasar namun tidak
menimbulkan hubungan yang mendominasi antara pelaku dan korban flaming. Lange (dalam moor, 208) serta
pazienza, stellate dan tudaroche (2008) menyatakan bahwa flaming berbeda dengan kritik, yang mana kritik dapat mengandung
konten yang bersifat konstruktif sedangkan flaming
berisi konten ofensif dan destruktif.
Dua
sisi dari perilaku daring ini menarik penelitian untuk mengetahui kaitan antara
flaming dan kecenderungan tingkah
laku, atau yang lebih dikenal dengan istilah trait. Studi yang telah dilakukan
sebelumnya telah membuktikan bahwa flaming
terkait dengan trait yang tergolong
negative, seperti implusif, sadism, psikopat, narsisisme, serta mementingkan
diri sendiri dan memanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuan pribadi (Suh & Wagner, 2013; Buckels, Trapnell,
& paulhus, 2014) flaming sebagai tingkah laku komunikasi yang agresif
membutuhkan pemahaman akan kaitannya dengan trait yang berhubungan dengan
perilaku komunikasi. Infant, Rancer, dan Womack (dalam Martin & Anderson,
1997) mengemukakan empat jenis kecenderungan (trait) komunikasi agresif yang
merupakan turunan dari trait kepribadian. Empat trait tersebut dibagi menjadi
dua jenis berdasarkan dampaknya konstruktif dan desktruktif. Trait komnikasi
yang tergolong konstruktif adalah asertif dan argumentative sedangkan trait
komunkasi yang tergolong destruktif adalah hostility
dan agresif verbal (Infante & Wigley, 1986).
2.3
Dampak Flaming Dalam Media Social
Rancer dan Avtgis (2006)
mengungkapkan bahwa hostility merupakan
trait yang dapat memunculkan tingkah laku agresif dalam berbagai bentuk. Flaming sebagai bentuk tingkah laku
verbal semsetinya dipahami dari trait yang spesifik membahas tentang tingkah
laku verbal. Trait agresi merupakan bagian dari hostility yang secara spesifik membahas kecenderungan perilaku
dalam konteks verbal. Trait agresi verbal sendiri merupakan sebuah konstruk
yang didefinisikan sebagai kecederungan untuk menyerang konsep diri orang lain
daripada menyerang keberpihakan lawan bicara dalam sebuah topik (Infante &
Wigley, 1986). Individu dengan trait agresi verbal akan menyerang lawan
bicaranya secara personal daripada membantah posisi pro atau kontra mengenai
topik pembicaraan. Trait agresi verbal sering dikaitkan dengan argumentatif
karena kesamaannya dalam mengonfrontasi lawan bicara. Meskipun saling terkait,
agresi verbal dan argumentatif merupakan dua konstruk yang berbeda, yang mana argumentative
merupakan kecenderungan untuk mempertahankan keberpihakan dengan cara melawan
keberpihakan lain dan tidak selalu mencerminkan permusuhan (Infante &
Rancer, dalam Croucher, DeMaris, turner, & Spencer, 2006). Dampak
kepemilikan trait agresi verbal ini dinilai negative dalam berbagai situasi,
antara lain dalam hubungan interpersonal, komunikasi instruksional, dan
komunikasi antara budaya (Hample, 2008).
Tingkah laku antifans di twitter dapat digolongkan sebagai flaming karena pesan yang disampaikan
antifans pada public figure cenderung sarkatik dan menjatuhkan reputasi publik
figure. Dampak dari flaming yang dilakukan antifans cukup besar. Stephen Fray
dan Miranda Hart, keduanya merupakan selebritis, terpaksa menutup akun twitter-nya setelah diserang antifans
melalui tweet yang memojokan keduanya
(Castella & Brown, 2011).
Pemahaman akan kecenderungan
berkomunikasi dari antifans sebagai pelaku flaming
perlu diketahui untuk menjelaskan apakah fenomena flaming terkait dengan karakteristik berkomunikasi di kehidupan
sehari – hari atau semata – mata hanya fenomena yang terjadi hanya karena
faktor daring. Bukan hal yang mustahil, perilaku agresif yang dilakukan
antifans dapat meningkat menjadi agresi fisik.
2.4 Contoh Kasus
Beberapa kasus mengenai komentar yang
menjatuhkan dalam situasi daring antara lain adalah yang menimpa Tom Daley,
atlet olimpiade cabang loncat indah. Daley menerima dan menyampaikan kembali
(retweet) pesan yang mengolok – olok dirinya setelah gagal memenangkan medali
dalam Olimpiade (retweeting flames – do celebrities make trollers
‘chewtoys’?,2012). Respon Daley tersebut memancing tweet yang lebih kasar dan
sarkas dari pengguna twitter lain. Komentar yang ofensif dalam situasi daring
pun dapat berlanjut ke konflik fisik dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah berita
dari BBC menyatakan bahwa telah terjadi pembunuhan yang berawal dari adu
komentar di salah satu forum daring (internet user admits web rage, 2006). Dua
kasus di atas menjadi contoh bahwa tingkah laku menyampaikan pesan yang
mengandung konten sarkasme terjadi dalam situasi daring dan mengganggu bagi
orang lain. Melalui survei menyebalkan nasional yang dilakukan secara daring
kepada pengguna twitter, Manampiring (2014) menyatakan bahwa berkomunikasi menggunakan
kata-kata yang kasar melalui akun media social termasuk aktivitas yang tidak
disukai dalam komunikasi melalui internet.
2.5
perspektif psikologi
Perspektif Behaviorisme
Perspektif ini memandang perilaku sebagai aktivitas suatu
organisme yang dapat dideteksi, seperti berbicara, tertawa, dan menangis. Pada
perspektif ini yang dilihat perilaku organisme ketimbang pada otak dan sistem
syaraftnya. Salah satu cabang perspektif ini adalah analisis stimulus respons
(S – R). S – R mempelajari stimuli yang relevan di lingkungan, respons yang
ditimbulkan stimuli tersebut, dan hadiah atau hukuman yang terjadi setelah
respons tersebut. Stimulus (S) yang dimaksud adalah segala sesuatu yang
merangsang organisme berperilaku atau melakukan proses mental. Respon (R)
adalah perilaku atau proses mental yang ditunjukkan oleh organisme.
Jadi
dalam kasus tersebut masuk ke perspektif behaviorisme karena dalam kasus
tersebut bahwa tingkah laku menyampaikan
pesan yang mengandung konten sarkasme terjadi dalam situasi daring dan
menganggu bagi orang lain. Bahwa yang sudah dijelaskan sebelumnya perspektif behaviorisme adalah memandang
perilaku sebagai aktivitas manusia.
bila
kejadian tersebut berkelanjutan dalam jangka panjang maka akan terjadi hal yang
dapat membahayakan orang lain dan orang sekitar karena terjadi kontak fisik.
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Kesimpulannya
menurut kami bahwa yang diketahui dari dampak flaming yaitu dapat menuju ke
kontak fisik jika konflik tersebut sudah berkelanjutan dan sulit dikendalikan
maka akan berakibat fatal sekali bahkan mengakibatkan kematian.
3.2 Saran
Menurut
kami sebaiknya perilaku flaming dalam berkomunikasi di media sosial dihindarkan
karena membahayakan diri sendiri termasuk orang lain, ada pula harus
diperhatikan dalam berkomunikasi dengan satu sama lain agar menghindari
perasaan menyinggung terhadap orang lain, karena hal tersebut dapat menyebabkan
konflik antar pihak, dan dapat menjadi konflik fisik bila berkelanjutan dalam
kehidupan sehari – hari
Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar