Senin, 23 Maret 2020

MAKALAH PSIKOLOGI TEKONLOGI & INTERNET


MAKALAH PSIKOLOGI TEKNOLOGI & INTERNET






KELOMPOK 2 :
Annisa Dinda Surya Ningsih (10518927)
Bagoes Caesar nusasakti (11518324)
Iqbal Basyiril Hasani (13518354)
Muhammad Agin Milenio (14518431)
Muhammad Rayi Rasendria Riza (14518857)
Shella Pratiwi (16518664)

  
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS PSIKOLOGI
TAHUN 2018/2019





KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca tentang makalah ini, supaya makalah ini nantinya  menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucap terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen psikologi, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.








DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR.............................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................4
1.2  Tujuan................................................................................................................. 5
1.3  Manfaat................................................................................................................5
1.4  Rumusan masalah...............................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Apa Itu Flaming...................................................................................................6
2.2 Macam – Macam flaming....................................................................................7
2.3 Dampak Flaming Dalam Media Social.............................................................. 8
2.4 Contoh Kasus........................................................................................................9
2.5 Perspektif Psikologi............................................................................................. 9

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................10
3.2 Saran......................................................................................................................10
DaftarPustaka ............................................................................................................11





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Pengguna Internet di Indonesia dari tahun ketahun semakin meningkat. Data yang diperoleh dari Internet World Stats menunjukkan jumlah pengguna internet di Indonesia pada November 2015 sudah mencapai 78 juta orang dan menduduki peringkat keempat terbanyak di Asia setelah China, India dan Japan. Sedangkan menurut survey dari We Are Social data pengguna internet di Indonesia pada januari 2016 mencapai 88,1 Juta dengan 79 juta di antaranya merupakan pengguna media sosial aktif, 15% nya pengguna aktif facebook dan hampir 50% penggunanya adalah remaja berusia 13-29 tahun.
Setiap perkembangan pasti selalu disertai dengan dampak positif maupun negatif termasuk perkembangan teknologi. Salah satu penikmat perkembangan teknologi yang dihawatirkan terkena dampak negatif adalah remaja, karena pada usia remaja merupakan periode transisi penuh badai dalam kehidupan batiniah anak-anak yang dapat membuat sangat labil kejiwaannya dan mudah dipengaruhi oleh rangsangan eksternal. Sehingga usia remaja ini rentan akan kekerasan baik dalam dunia nyata maupun dunia maya. Salah satu bentuk kekerasan yang sering dialami remaja dalam dunia maya adalah Cyberbulliying. Cyberbullying merupakan perilaku seseorang atau kelompok secara sengaja dan berulang kali melakukan tindakan yang menyakiti orang lain melalui komputer, telepon seluler, dan alat elektronik lainnya.
Hasil penelitian Dini D. Permatasari menunjukkan dampak yang dirasakan pelaku cyberbullying yaitu perasaan bersalah yang berkepanjangan dan dampak yang paling sering dialami korbannya adalah perasaan sakit hati dan kecewa. Jadi baik pelaku maupun korban dalam kasus cyberbullying sama-sama akan mengalami dampak negatif secara psikologis, sehingga perlu adanya pendidikan etika komunikasi yang baik dalam bermedia sosial untuk menanggulangi cyberbullying yang semakin parah di kalangan remaja. Artikel ini bertujuan tuntuk memberikan gambaran tentang apa dan bagaimana cara berkomunikasi di media sosial yang sesuai dengan etika berdasarkan kasus- kasus cyberbullying yang pernah terjadi di Indonesia.




1.2  Rumusan masalah
a)      Apa yang dimaksud flaming?
b)      Apa saja bentuk – bentuk flaming ?
c)      Apa dampak perilaku flaming terhadap manusia ?
d)     Bagaimana pandangan psikologi terhadap flaming?

1.3  Tujuan
a)      Mengetahui maksud arti dari flaming
b)      Mengetahui bentuk – bentuk pada flaming
c)      Memahami dampak perilaku flaming
d)     Mengetahui cara pandangan psikologi terhadap flaming

1.4  Manfaat
a)      Agar penulis dan pembaca memahami arti dari flaming dan dapat membedakan flaming dengan argumentatif, serta mengenal macam – macam bentuk flaming.
b)      Sebagai wawasan terhadap penulis dan pembaca mengenai hal – hal yang bersangkutan dengan tindakan flaming.
c)      Agar penulis dan pembaca mengetahui pandangan psikologi terhadap tindakan flaming




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Apa Itu Flaming?
Flaming (terbakar), yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan kata-kata yang penuh amarah dan frontal. Istilah “flame” ini pun merujuk pada kata- kata di pesan yang berapi-api.

Cyberbullying yang terjadi adalah cyberbullying secara langsung dan cyberbullying secara tidak langsung. Bentuk-bentuk cyberbullying yang terjadi berupa flaming (pertengkaran online), harassment (pelecehan), denigration (pencemaran nama baik), exclusion (pengucilan) dan outing (mengumbar rahasia). Cyberbullying yang terjadi dalam bentuk-bentuk tersebut dilakukan secara verbal dengan berbagai ungkapan negatif yang merendahkan fisik, memberikan nama panggilan tidak pantas, memberikan label serta menggunakan bahasa Jawa kasar atau misuh. Bentuk cyberbullying yang paling banyak diterima korban adalah flaming. Perilaku cyberbullying memberikan dampak psikologis pada korban seperti timbul perasaan tidak tenang, tidak aman, sedih, takut, malu dan tidak percaya diri. Selain itu berpengaruh pada akademis korban yang merasa kurang konsentrasi dalam belajar. Dampak lainnya korban merasa lebih menutup diri, ingin menyendiri, merasa temannya berkurang, mengurangi intensitas mengakses akun media sosial, lebih selektif ketika akan mengunggah konten baik berupa foto, teks maupun video di media sosial, dan lebih berhati-hati dalam betindak agar tidak dinilai selalu salah oleh orang lain. Cara korban menghadapi perilaku cyberbullying dengan menarik diri dari lingkungan, memutuskan hubungan dengan pelaku, mengurung diri karena tidak ingin bercerita pada siapapun, mengurangi update status maupun foto di media sosial serta menceritakan kejadian yang dialami pada teman yang dipercaya dan melampiaskannya dengan menangis karena merasa tidak memiliki kekuasaan lebih untuk membalas apa yang telah dilakukan pelaku. Keunikan dari bahasa yang digunakan pelaku untuk menyerang korban yaitu rata-rata menggunakan bahasa Jawa. Beberapa pelaku menggunakan bahasa Jawa kasar yang biasanya disebut misuh dimana bahasa tersebut tidak dapat digantikan dengan bahasa lain. Seperti kata panggilan cuk dan nduk. Selain itu masalah yang melatarbelakangi antara korban dan pelaku mempengaruhi ungkapan yang dilontarkan pada korban, yaitu seperti pemberian label, ungkapan negatif atau sumpah serapah dan julukan kasar serta ungkapan yang menjelek-jelekkan korban.

2.2 Macam – Macam Flaming
Flaming merupakan tingkah laku yang berbeda dengan kritik atau cyberbullying. Meskipun mengandung konten yang menghina dan menjatuhkan, gejala flaming tidak selalu menggambarkan terjadinya cyberbullying. Vandebosch dan cleemput (2009) mengemukakan bahwa terjadi power imbalance, yang mana pihak yang berkuasa (bully) merupakan pihak yang superior sedangkan piha yang dikuasai (bullied) menjadi pihak yang inferior. Pihak yang melakukan flaming dapat hanya menunjukkan ketidaksukaannya dengan cara yang kasar namun tidak menimbulkan hubungan yang mendominasi antara pelaku dan korban flaming. Lange (dalam moor, 208) serta pazienza, stellate dan tudaroche (2008) menyatakan bahwa flaming berbeda dengan kritik, yang mana kritik dapat mengandung konten yang bersifat konstruktif sedangkan flaming berisi konten ofensif dan destruktif.

Dua sisi dari perilaku daring ini menarik penelitian untuk mengetahui kaitan antara flaming dan kecenderungan tingkah laku, atau yang lebih dikenal dengan istilah trait. Studi yang telah dilakukan sebelumnya telah membuktikan bahwa flaming  terkait dengan trait yang tergolong negative, seperti implusif, sadism, psikopat, narsisisme, serta mementingkan diri sendiri dan memanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuan pribadi (Suh & Wagner, 2013; Buckels, Trapnell, & paulhus, 2014) flaming sebagai tingkah laku komunikasi yang agresif membutuhkan pemahaman akan kaitannya dengan trait yang berhubungan dengan perilaku komunikasi. Infant, Rancer, dan Womack (dalam Martin & Anderson, 1997) mengemukakan empat jenis kecenderungan (trait) komunikasi agresif yang merupakan turunan dari trait kepribadian. Empat trait tersebut dibagi menjadi dua jenis berdasarkan dampaknya konstruktif dan desktruktif. Trait komnikasi yang tergolong konstruktif adalah asertif dan argumentative sedangkan trait komunkasi yang tergolong destruktif adalah hostility dan agresif verbal (Infante & Wigley, 1986).

2.3 Dampak Flaming Dalam Media Social
     Rancer dan Avtgis (2006) mengungkapkan bahwa hostility merupakan trait yang dapat memunculkan tingkah laku agresif dalam berbagai bentuk. Flaming sebagai bentuk tingkah laku verbal semsetinya dipahami dari trait yang spesifik membahas tentang tingkah laku verbal. Trait agresi merupakan bagian dari hostility yang secara spesifik membahas kecenderungan perilaku dalam konteks verbal. Trait agresi verbal sendiri merupakan sebuah konstruk yang didefinisikan sebagai kecederungan untuk menyerang konsep diri orang lain daripada menyerang keberpihakan lawan bicara dalam sebuah topik (Infante & Wigley, 1986). Individu dengan trait agresi verbal akan menyerang lawan bicaranya secara personal daripada membantah posisi pro atau kontra mengenai topik pembicaraan. Trait agresi verbal sering dikaitkan dengan argumentatif karena kesamaannya dalam mengonfrontasi lawan bicara. Meskipun saling terkait, agresi verbal dan argumentatif merupakan dua konstruk yang berbeda, yang mana argumentative merupakan kecenderungan untuk mempertahankan keberpihakan dengan cara melawan keberpihakan lain dan tidak selalu mencerminkan permusuhan (Infante & Rancer, dalam Croucher, DeMaris, turner, & Spencer, 2006). Dampak kepemilikan trait agresi verbal ini dinilai negative dalam berbagai situasi, antara lain dalam hubungan interpersonal, komunikasi instruksional, dan komunikasi antara budaya (Hample, 2008).
Tingkah laku antifans di twitter dapat digolongkan sebagai flaming karena pesan yang disampaikan antifans pada public figure cenderung sarkatik dan menjatuhkan reputasi publik figure. Dampak dari flaming yang dilakukan antifans cukup besar. Stephen Fray dan Miranda Hart, keduanya merupakan selebritis, terpaksa menutup akun twitter-nya setelah diserang antifans melalui tweet yang memojokan keduanya (Castella & Brown, 2011).
Pemahaman akan kecenderungan berkomunikasi dari antifans sebagai pelaku flaming perlu diketahui untuk menjelaskan apakah fenomena flaming terkait dengan karakteristik berkomunikasi di kehidupan sehari – hari atau semata – mata hanya fenomena yang terjadi hanya karena faktor daring. Bukan hal yang mustahil, perilaku agresif yang dilakukan antifans dapat meningkat menjadi agresi fisik.

2.4 Contoh Kasus
 Beberapa kasus mengenai komentar yang menjatuhkan dalam situasi daring antara lain adalah yang menimpa Tom Daley, atlet olimpiade cabang loncat indah. Daley menerima dan menyampaikan kembali (retweet) pesan yang mengolok – olok dirinya setelah gagal memenangkan medali dalam Olimpiade (retweeting flames – do celebrities make trollers ‘chewtoys’?,2012). Respon Daley tersebut memancing tweet yang lebih kasar dan sarkas dari pengguna twitter lain. Komentar yang ofensif dalam situasi daring pun dapat berlanjut ke konflik fisik dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah berita dari BBC menyatakan bahwa telah terjadi pembunuhan yang berawal dari adu komentar di salah satu forum daring (internet user admits web rage, 2006). Dua kasus di atas menjadi contoh bahwa tingkah laku menyampaikan pesan yang mengandung konten sarkasme terjadi dalam situasi daring dan mengganggu bagi orang lain. Melalui survei menyebalkan nasional yang dilakukan secara daring kepada pengguna twitter, Manampiring (2014) menyatakan bahwa berkomunikasi menggunakan kata-kata yang kasar melalui akun media social termasuk aktivitas yang tidak disukai dalam komunikasi melalui internet.

2.5 perspektif psikologi

Perspektif Behaviorisme
     Perspektif ini memandang perilaku sebagai aktivitas suatu organisme yang dapat dideteksi, seperti berbicara, tertawa, dan menangis. Pada perspektif ini yang dilihat perilaku organisme ketimbang pada otak dan sistem syaraftnya. Salah satu cabang perspektif ini adalah analisis stimulus respons (S – R). S – R mempelajari stimuli yang relevan di lingkungan, respons yang ditimbulkan stimuli tersebut, dan hadiah atau hukuman yang terjadi setelah respons tersebut. Stimulus (S) yang dimaksud adalah segala sesuatu yang merangsang organisme berperilaku atau melakukan proses mental. Respon (R) adalah perilaku atau proses mental yang ditunjukkan oleh organisme.
Jadi dalam kasus tersebut masuk ke perspektif behaviorisme karena dalam kasus tersebut  bahwa tingkah laku menyampaikan pesan yang mengandung konten sarkasme terjadi dalam situasi daring dan menganggu bagi orang lain. Bahwa yang sudah dijelaskan sebelumnya  perspektif behaviorisme adalah memandang perilaku sebagai aktivitas manusia.
bila kejadian tersebut berkelanjutan dalam jangka panjang maka akan terjadi hal yang dapat membahayakan orang lain dan orang sekitar karena terjadi kontak fisik.

BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Kesimpulannya menurut kami bahwa yang diketahui dari dampak flaming yaitu dapat menuju ke kontak fisik jika konflik tersebut sudah berkelanjutan dan sulit dikendalikan maka akan berakibat fatal sekali bahkan mengakibatkan kematian.

3.2 Saran
Menurut kami sebaiknya perilaku flaming dalam berkomunikasi di media sosial dihindarkan karena membahayakan diri sendiri termasuk orang lain, ada pula harus diperhatikan dalam berkomunikasi dengan satu sama lain agar menghindari perasaan menyinggung terhadap orang lain, karena hal tersebut dapat menyebabkan konflik antar pihak, dan dapat menjadi konflik fisik bila berkelanjutan dalam kehidupan sehari – hari



Daftar Pustaka



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH PSIKOLOGI TEKNOLOGI DAN INTERNET

MAKALAH PSIKOLOGI TEKNOLOGI DAN INTERNET Disusun oleh : No Nama Npm ...